Budaya Modern: Urban Farming sebagai Aktivitas Positif Penghilang Stres

sumber gambar : dokumen pribadi

Stres sudah menjadi bagian dari keseharian kaum urban. Entah stres karena aktivitas rutin, stres dengan pekerjaan atau kemacetan yang menyebabkan penurunan kualitas hidup. Menurut riset psikologi bila Anda merasakan stres, rasa marah, dan frustasi, maka dengan menyentuh tumbuhan kadar emosi negatif Anda akan berkurang. Dan juga riset lain menunjukkan dengan sensasi warna hijau dari alam baik visual maupun rangsangan dapat meningkatkan kerja otak.

Semakin urban, semakin canggih teknologi dalam hidup kita, tidak seharusnya kita semakin jauh dengan alam dan agrikultur dan lingkungan (Utomo, 2015). Saat ini muncul trend aktivitas “Urban Farming” di tengah mayarakat perkotaan di dunia. Apa Anda tahu apa itu urban farming? Kata “Urban” berarti segala sesuatu yang bersifat kekotaan. Sedangkan “Urban Farming” sendiri berarti bentuk praktek budidaya, pemrosesan, dan disribusi bahan pangan yang dilakukan di sekitar kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metode using dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan.

Seperti yang kita tahu bahwa saat ini kondisi lahan bebas di tengah perkotaan sangat terbatas. Lahan – lahan yang dulunya kosong saat ini telah diisi oleh banyak perumahan dan gedung – gedung bertingkat. Ruang terbuka hijau sudah jarang ditemukan. Sehingga kegiatan bercocok tanam ditengah lingkungan perkotaan semakin sulit. Untungnya, urban farming mudah dilakukan karena dapat menggunakan media tanam apa saja.

Salah satu media tanam yang sering digunakan dalam urban farming adalah teknik hidroponik. Keunggulan dalam menggunakan teknik hidroponik yaitu sedikit menggunakan tanah. Untuk memenuhi nutrisi pada tanaman digunakan larutan mineral bernutrisi atau bahan lainnya yang mengandung unsur hara seperti serabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu, dan lain sebagainya.

Jadi bagaimana tanggapan kalian setelah mengetahui tentang budaya Urban Farming? Akan lebih baik jika kita juga melakukan kegiatan urban farming ini di rumah untuk mengisi waktu luang. Yuk dicoba!

Lihat video tutorial tanaman urban farming sederhana yang pernah tim saya buat ketika ada suatu kegiatan IAAS Lc UGM,

Dibuat oleh : Melia N. K.

Referensi

http://www.urbancikarang.com/v2/page.php?halaman=Urban-Farming-Menanam-Menggunakan-Sistem-Hidroponik

Urban Farming, Cara Teknologi Mendekatkan Kita pada Alam

Meningkatkan Kesadaran Budaya Makan Panganan Lokal di Hari Pangan Dunia

sumber gambar : jogja.tribunnews.com

Beberapa hari lalu, tepatnya tanggal 16 Oktober 2015, kita memperingati Hari Pangan Dunia. Di hari ini banyak komunitas, organisasi, maupun instansi di Indonesia juga merayakannya dengan tema yang hampir serupa, yaitu ‘Gerakan Pangan Lokal’. Sebuah gerakan yang bertujuan untuk menyadarkan kembali masyarakat mengenai pentingnya untuk melestarikan budaya memakan panganan lokal. Selain berhubungan dengan usaha mewujudkan kelestarian budaya, gerakan ini juga dilaksanakan sebagai bentuk peduli komunitas tertentu akan kesejahteraan petani dan penjual panganan lokal.

Untuk lebih jelasnya saya ingin memaparkan satu per satu. Kita mulai dari pernyataan pertama, yaitu peduli kesejahteraan petani. Panganan lokal, biasanya dibuat dengan bahan baku dari hasil tani para petani lokal. Mungkin beberapa juga ada yang masih impor, namun kebanyakan yang ada di lapangan masih menggunakan hasil tani lokal. Salah satu hasil tani yang banyak dipakai untuk membuat panganan lokal adalah dari umbi-umbian. Pernah di sebuah seminar, seorang pemateri ‘menyentak’ peserta yang hadir. Pasalnya beliau hafal begitu banyak jenis umbi-umbian beserta nama lokalnya dan mengetahui berbagai karakteristik dari ketela-ketela tersebut. Peserta yang semuanya mahasiswa pertanian tidak berhasil mengetahui sampai kesemuanya dari jenis-jenis yang beliau tanyakan, dengan latar belakang beliau adalah sebagai pengusaha lulusan FISIPOL UGM.

Hal yang yang jarang saya dapatkan di bangku kuliah sampai saat ini, karena memang tidak dapat dipungkiri dari SD, SMP, SMA, dan saat ini berkuliah, saya belum pernah diminta untuk mempelajari hasil-hasil tani lokal. Kebanyakan hanya mengajarkan mengenai produk-produk hasil pertanian baik buah maupun sayuran secara umum. Padahal dengan mempelajari jenis-jenis hasil tani lokal, kita bisa mengetahui keunggulan produk dari budaya tani lokal yang ternyata tidak kalah dengan jenis produk pangan yang berasal dari luar. Hal ini sudah dibuktikan beliau dengan membuat kue yang berbahan dasar dari tepung ketela. Dan hasilnya juga tidak kalah enak dengan kue buatan tepung lainnya.

Prinsip ekonomi sederhana akan berpikir seperti ini, jika budaya memakan panganan lokal tidak dilestarikan maka produksi oleh pedagang pangan lokal akan menurun. Jika banyak produksi pangan lokal menurun, maka permintaan pasar akan produk hasil tani lokal juga akan menurun. Permintaan menurun sementara petani tetap menanam dan menghasilkan banyak hasil tani lokal maka barang atau bahan baku akan menumpuk. Jika demikian, dapat dipastikan bahwa harga produk hasil tani lokal akan mengalami penurunan harga. Tentu ini akan berdampak langsung dengan kesejahteraan petani ke depan.

Yang kedua adalah meningkatkan kesejahteraan penjual panganan lokal. Kecenderungan masyarakat yang suka makan di restoran cepat saji milik asing secara tidak langsung merupakan bentuk budaya yang tidak mendukung pangan lokal. Banyak alasannya, salah satunya adalah gengsi yang ingin dipertahankan. Menurut saya, panganan lokal kita tidak kalah enak. Kalau pun penasaran dengan menu-menu di restoran cepat saji, maka cukuplah sampai memuaskan rasa penasaran itu saja. Jangan sampai nanti menjadi gaya hidup, karena dengan membeli panganan lokal berarti kita juga menyumbang kepada penghasilan mereka para penjual panganan lokal. Dan jika penghasilan mereka bertambah diharapkan mereka akan lebih sejahtera.

Sebagai penutup, saya ingin mengajak teman-teman semua untuk turut dalam melestarikan budaya pangan lokal. Salam pangan lokal, untuk petani Indonesia sejahtera. Go pangan lokal!

 

note : Gambar diatas hanyalah ilustrasi aksi yang terjadi pada hari pangan lokal. Gambar diambil ketika kami (mahasiswa baru Fakultas Pertanian) sedang aksi pada tanggal 26 Agustus 2016