Jurnal Hidup Saya

 

Buku Jurnal

Kali ini saya ingin bereksperimen dengan diri saya sendiri, yaitu dengan berusaha menghilangkan faktor kemalasan dan ingin melihat hasil apa yang akan terjadi. Sebisa mungkin saya akan mencatat kegiatan saya setiap hari dari set 5 pagi hingga set 10 malam. Kemudian akan saya upayakan pada jam 10 malam saya bisa membuat catatan disini. Dan ini akan saya mulai  pada saat ini juga!

Disclaimer; Saya mahasiswa semester 11, sedang revisi skripsi menuju yudisium, dan tinggal di jogja sebagai marbot di salah satu masjid di daerah Gamping-Sleman. Saya memiliki fisik dengan tinggi badan 166 cm dan berat badan terakhir 73 kg. Dahulu ketika masih aktif kuliah, berat badan saya stuck di 55-56 kg. Pertambahan BB dimulai pada awal tahun 2019 hingga saat ini (akhir tahun 2020). Diduga, penyebabnya adalah rasa malas yang saya miliki.

Tersandung Logical Fallacy

Istilah logical fallacy pertama kali penulis dengan saat kuliah dulu. Saat itu, ada ahli logika yang mengomentari fallacy yang digunakan oleh salah satu politikus terkenal di Indonesia. Kemudian penyebutan istilah ini banyak diucap-ulang oleh teman-teman mahasiswa. Gaungnya sering hinggap di berbagai forum diskusi di kampus.

Apatisme mahasiswa untuk mengejar pengetahuan dari istilah logical fallacy membuat popularitasnya tidak berlangsung lama. Beberapa yang sempat meminjam istilah ini pada forum-forum diskusi, juga tidak benar-benar mempelajarinya secara utuh. Fallacies, pragmatism, dan capitalism merupakan sebagian kecil istilah yang sering dipinjam tapi tidak didasari dengan pemahaman yang cukup.

Penulis pernah membeli buku logika dan mempelajarinya. Pernah juga diminta menjadi pembicara untuk menyampaikan materi tentang (pengantar) logika. Namun setelah itu penulis justru sering menggunakan berbagai jenis fallacy, yang tergantung pada situasinya dapat digunakan untuk menjahili lawan bicara saat berdiskusi ringan atau mengobrol santai. Menyenangkan rasanya melihat lawan bicara kelimpungan saat mencoba menyanggah. Jelas ada yang salah, tetapi tidak ada seorang pun paham fallacy yang mana yang penulis gunakan. Jika ada kesempatan penulis akan recounter dengan bentuk fallacy lainnya. Sampai pada,

“Sudah lah, aku malas diskusi sama kamu”

            “Aku capek berdebat dengan kamu”

            atau

            “Logikamu aneh”

Rasa senang memuncak saat bisa mendengar kalimat-kalimat seperti di atas. Tawa pun tidak henti-hentinya menghiasi wajah penulis dan kawan-kawan yang tidak terlibat dalam perdebatan. Jelas di dalam ilmu logika, semua argumen yang dibuat adalah bentuk-bentuk kekeliruan. Situasi dimana membuat orang awam (terhadap ilmu logika) menyerah untuk dapat meng-counter argumen fallacy merupakan the next level bullying. Opps! That’s sick.

Tenang saja. Menikmati situasi yang tergambarkan seperti di atas sangat jarang dilakukan penulis. Karena mencari titik lemah seseorang lalu memojokkannya, bukanlah suatu perbuatan bijak. Meskipun penulis juga tidak mengelak jika situasi itu kadang bisa mengurangi stress. Ah, sudah lah..

Suatu hari, penulis sempat ingin menjahili kawan dalam satu organisasi. Mengingat kawan tersebut dulu pernah juga mengisi materi logika, tentu tidak akan mudah. Tetapi ada hal yang sepertinya dapat mengundang gelak tawa, maka penulis pun beraksi di dalam grup whatsapp.

Bagaimana pun terakhir ia mengisi logika pada 2 tahun lalu. Penulis beberapa hari lalu masih mengisi materi tersebut. Tentu ingatan masih fresh. Penulis pikir sepertinya ini akan berjalan lancar.

Hasil yang terjadi ternyata berkebalikan dari harapan. Ia pun berhasil menebak fallacy yang digunakan dan melakukan counterargument yang baik. Rupanya kawan satu ini dalam kondisi mood yang buruk. Ia melanjutkan pembicaraan dengan mempertanyakan kapasitas penulis sebagai pengisi logika. Memberi kritik dan menilai bahwa penggunaan fallacy bagi seorang pengajar logika adalah hal yang memalukan. Membuat penulis tertegun, speechless.

Ah bukan begitu maksudnya. Tujuannya tidak lebih hanyalah untuk bercanda”, ini yang ingin diucapkan tapi tak mampu keluar. Situasinya terlalu rumit. Inilah saat dimana penulis tersandung oleh logical fallacy. Alat bully canggih, yang berubah menjadi senjata makan tuan yang buruk.

Minta Tips atau Share Pengalaman, Mana yang Lebih Penting?

Di tahun terakhir masa SMA memang penuh kebimbangan. Apa lagi jika harus memikirkan kemana kita akan melanjutkan pendidikan setelah lulus, jurusan apa yan ingin kita ambil dan dimana universitasnya, hal-hal semacam itu benar-benar membuat kita menjadi gusar.

Pada waktu-waktu ini peran kakak senior atau alumni terkadang sangat dibutuhkan. Pasalnya, alumni sudah lebih berpengalaman. Sehingga kita dapat menggali informasi yang lebih dari para kakak senior. Salah satunya yaitu membantu kita agar kita bisa masuk di universitas-universitas favorit! Jadilah pada saat-saat seperti ini alumni harus rela menjadi Kambing alias “Kakak Pembimbing” untuk adik-adiknya yang sedang mengalami masa galau dikala harus menentukan langkah apa yang harus dilakukan ke depan.

Biasanya ada 2 hal yang sering diminta kelas 3 kepada alumni, yaitu pengalaman dan tips. Namun diantara kedua hal ini, manakah yang paling penting? Pengalaman atau tips? Tentu saja banyak pendapat mengenai hal tersebut. Kalau begitu coba kita jabarkan keduanya terlebih dahulu agar semuanya menjadi jelas.

 

Pengalaman

Kakak senior sebagai makhluk tuhan yang diberi karunia untuk terlahir lebih awal memang keberadaannya tidak bisa kita remehkan. Ibarat pisau, keberadaan kakak senior bisa jadi masalah jika kita selalu sembarangan, seperti membuatnya tersingggung, kurangnya sopan santun dan lain sebagainya. Tetapi jika kita ahli seperti koki maka keberadaan kakak senior akan sangat bermanfaat. Jika kamu dekat, maka kesempatan kamu untuk menggali pengalaman-pengalaman mereka semakin terbuka lebar.

Pengalaman adalah guru yang terbaik”, begitu kata pepatah. Pengalaman mereka bisa dijadikan tambahan amunisi buat kita para junior untuk dapat menembus gerbang perguruan tinggi. Pengalaman sukses, pengalaman gagal, semuanya sangat bermanfaat untuk mendalami medan yang ada di depan mata. Namun bukan berarti mendengarkan pengalaman adalah sesuatu yang mudah. Bisa jadi kita mengenal senior yang hebat namun kita kurang dekat. Bisa jadi kita sudah dekat tetapi tidak ada waktu yang senggang. Bisa jadi karena senior sedang diperantauan nan jauh disana. Dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya sehingga akhirnya sulit mendapat kesempatan untuk mendengar pengalaman-pengalaman berharga dari mereka.

 

Share Tips

Share tips adalah cara yang paling praktis dan paling cepat, terutama untuk pertemuan-pertemuan singkat seperti sosialisasi di sekolah, dsb. Bisa dikatakan kalau cara meminta kakak senior untuk sharing tips praktis dilaksanakan walaupun hanya lewat pesan sms, maupun chatting di media sosial. Bagi kamu yang suka to the point dan benci dengan sesuatu yang bertele-tele maka kamu dapat meminta kakak seniormu cukup membagikan tips-tips agar dapat menembus perguruan tinggi. Apalagi kalau kakak tingkat kamu termasuk orang yang “gagap” dalam bercerita, sukanya muter-muter dan ceritanya membosankan. Kalau sudah begitu rasanya di dalam hati ingin berkata, “Sudahlah, kak. Bagi aja tipsnya biar bisa saya lakuin, terus bisa tembus sama kayak kakak”. Dan biasanya kalau maslaah tips, google dapat menampilkan hasil pencarian mengenai tips masuk perguruan tinggi favorit lebih banyak bahkan dari jumlah kakak senior yang kamu kenal hehe.

Tapi metode ini banyak kelemahan kalau menurut penulis sendiri jika dibandingkan dengan metode mendengar pengalaman. Pertama, dengan mendengar pengalaman motivasi kamu bisa saja ikut bangkit. Kedua, kamu bisa mengetahui latar belakang si kakak senior kenapa dengan menggunakan cara yang dipakai ia dapat menembus perguruan tinggi favorit, jadi kamu bisa menilai apakah metode tersebut cocok atau tidak dengan sifatmu. Ada banyak lagi kelebihan dengan mendengar pengalaman, dan dalam sebuah talkshow motivasi si pembicara berkata, “Sukses adalah ketika orang-orang besar dengan senang hati berbagi pengalamannya kepada kamu. Tandanya kamu menarik untuk orang-orang besar dan kamu memiliki potensi untuk mengejar kesuksesan mereka.”

 

Kesimpulan

Dalam suatu tulisan ada 2 jenis kesimpulan, yaitu penulis yang memaparkan langsung kesimpulannya dan penulis yang membebaskan pembaca untuk menyimpulkan sendiri dari tulisan yang mereka baca. Saat ini penulis ingin coba mengambil pola yang kedua, hehe. Kemudian dari pengalaman penulis sewaktu mengalami masa-masa galau saat sebelum masuk perguruan tinggi, saat mendengar atau membaca pengalaman orang-orang yang sudah sukses masuk perguruan tinggi favorit penulis juga secara tidak langsung mendapat tips-tips dari mereka. Yah, walaupun semuanya masih harus dicari secara tersirat dari kisah yang mereka paparkan. Atau saat penulis menerima tips, penulis bisa langsung paham kesasaran mengenai langkah-langkah yang harus diambil ke depan. Meski terkadang penulis terkadang mengalami kesulitan, sebab tips ini ibaratnya, “semua juga sudah tau kalau mau gini ya harus gini“. Jadi penulis kurang bisa melihat apa spesialnya dari tips tersebut. Menurut kamu lebih penting yang mana?

Budaya Modern: Urban Farming sebagai Aktivitas Positif Penghilang Stres

sumber gambar : dokumen pribadi

Stres sudah menjadi bagian dari keseharian kaum urban. Entah stres karena aktivitas rutin, stres dengan pekerjaan atau kemacetan yang menyebabkan penurunan kualitas hidup. Menurut riset psikologi bila Anda merasakan stres, rasa marah, dan frustasi, maka dengan menyentuh tumbuhan kadar emosi negatif Anda akan berkurang. Dan juga riset lain menunjukkan dengan sensasi warna hijau dari alam baik visual maupun rangsangan dapat meningkatkan kerja otak.

Semakin urban, semakin canggih teknologi dalam hidup kita, tidak seharusnya kita semakin jauh dengan alam dan agrikultur dan lingkungan (Utomo, 2015). Saat ini muncul trend aktivitas “Urban Farming” di tengah mayarakat perkotaan di dunia. Apa Anda tahu apa itu urban farming? Kata “Urban” berarti segala sesuatu yang bersifat kekotaan. Sedangkan “Urban Farming” sendiri berarti bentuk praktek budidaya, pemrosesan, dan disribusi bahan pangan yang dilakukan di sekitar kota. Semua kegiatan dilakukan dengan metode using dan re-using sumber alam dan limbah perkotaan.

Seperti yang kita tahu bahwa saat ini kondisi lahan bebas di tengah perkotaan sangat terbatas. Lahan – lahan yang dulunya kosong saat ini telah diisi oleh banyak perumahan dan gedung – gedung bertingkat. Ruang terbuka hijau sudah jarang ditemukan. Sehingga kegiatan bercocok tanam ditengah lingkungan perkotaan semakin sulit. Untungnya, urban farming mudah dilakukan karena dapat menggunakan media tanam apa saja.

Salah satu media tanam yang sering digunakan dalam urban farming adalah teknik hidroponik. Keunggulan dalam menggunakan teknik hidroponik yaitu sedikit menggunakan tanah. Untuk memenuhi nutrisi pada tanaman digunakan larutan mineral bernutrisi atau bahan lainnya yang mengandung unsur hara seperti serabut kelapa, serat mineral, pasir, pecahan batu bata, serbuk kayu, dan lain sebagainya.

Jadi bagaimana tanggapan kalian setelah mengetahui tentang budaya Urban Farming? Akan lebih baik jika kita juga melakukan kegiatan urban farming ini di rumah untuk mengisi waktu luang. Yuk dicoba!

Lihat video tutorial tanaman urban farming sederhana yang pernah tim saya buat ketika ada suatu kegiatan IAAS Lc UGM,

Dibuat oleh : Melia N. K.

Referensi

http://www.urbancikarang.com/v2/page.php?halaman=Urban-Farming-Menanam-Menggunakan-Sistem-Hidroponik

Urban Farming, Cara Teknologi Mendekatkan Kita pada Alam